Jumat, 29 Mei 2015

Logika Ahlul Bid'ah Menolak Adzab Kubur



Logika Ahlul Bid'ah Menolak Adzab Kubur
Beberapa Syubhat dan Jawabannya
SYUBHAT 1: Beberapa ayat Qur'an menunjukkan tidak adanya adzab dan nikmat kubur


Sebelumnya, dalam membahas syubhat ini kita perlu meyakini bahwa Al Qur'an dan hadits itu adalah kebenaran, dan tidak ada kebenaran yang saling bertentangan. Allah Ta'ala berfirman:
أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلافًا كَثِيرًا
"Apakah engkau tidak men-tadabburi Al Qur'an? Andaikan Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah tentu akan banyak pertentangan di dalamnya" (QS. An Nisa: 82)
Begitu juga hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah wahyu, sebagaimana firman Allah:
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
"Apa yang diucapkan olehnya (Muhammad) itu bukanlah dari hawa nafsu, melainkan wahyu" (QS. An Najm: 3-4)
Maka, Al Qur'an tidak akan bertentangan dengan Al Qur'an, Al Qur'an pun tidak akan bertentangan dengan hadits dan hadits tidak akan bertentangan dengan hadits. Dengan kata lain, ayat Al Qur'an saling menafsirkan, demikian juga ayat Al Qur'an dan hadits saling menafsirkan. Oleh karena itulah kita hendaknuya merujuk kepada para ulama, karena merekalah yang mampu mendudukan ayat dengan ayat, hadits dengan hadits serta ayat dengan hadits sesuai tempatnya sehingga jelas bahwa tidak ada pertentangan.
Ayat pertama
قَالُوا يَا وَيْلَنَا مَنْ بَعَثَنَا مِنْ مَرْقَدِنَا هَذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمَنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُونَ
"Mereka berkata: "Aduh celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)?" Inilah yang dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul-rasul (Nya)." (QS. Yaasin: 52)
Jika orang yang mati dikatakan 'tidur' setelah ia mati sampai hari kebangkitan, maka tentu tidak ada adzab kubur atau nikmat kubur. Demikian logika ahlul bid'ah yang menolak adanya adzab kubur, dan memang demikianlah mereka memahami ayat-ayat Allah dengan logika tanpa merujuk kepada ahlinya.
Padahal, kalau kita merujuk para ahli tafsir dari kalangan sahabat sampai ulama mu'ashiriin, Ubay bin Ka'ab -radhiallahu'anhu- , Khaitsamah, Mujahid dan Qatadah menafsirkan maksud dari 'tidur' dalam ayat ini adalah: "Tidur sejenak sebelum dibangkitkan dari kubur". Qatadah juga menambahkan: "Itu terjadi di antara dua tiupan sangkakala" (Lihat Tafsir Ath Thabari, 20/532). Al Hafidz Ibnu Katsir juga menjelaskan: "Ayat ini tidak menafikan adanya adzab kubur, karena jika dibandingkan dengan apa yang terjadi setelahnya, yang terjadi di alam kubur seperti tidur" (Tafsir Al Qur'an Al Azhim, 6/581).
Ayat kedua
وَلا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الأبْصَارُ
"Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang lalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak." (QS. Ibrahim: 42)
Dalam ayat ini dikatakan Allah memberi tangguh, artinya tidak mengadzab mereka, sampai hari dimana mata manusia terbelalak, yaitu hari kiamat. Demikian logika mereka.
Padahal jika kita menilik penjelasan para ulama tafsir, Al Hafidz Ibnu Katsir menjelaskan makna 'Allah memberi tangguh kepada mereka' : "dikatakan demikian karena begitu 'ngerinya' keadaan mereka di hari kiamat" (Tafsir Al Qur'an Al Azhim, 4/515). Al Baghawi menafsirkan: "Tidak akan menimpa mereka kengerian semisal yang akan mereka dapatkan di hari kiamat" (Ma'alim At Tanzil, 4/359). Sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
إن القبر أول منازل الآخرة فمن نجا منه فما بعده أيسر منه ، ومن لم ينج منه فما بعده أشد منه
'Alam kubur adalah awal perjalanan akhirat, barang siapa yang berhasil di alam kubur, maka setelahnya lebih mudah. Barang siapa yang tidak berhasil, maka setelahnya lebih berat'
Jadi jelas bahwa karena begitu jauhnya perbandingan antara siksa kubur dengan siksa mereka kelak di hari kiamat, hingga ketika mereka masih disiksa di alam kubur dianggap masih dalam masa penangguhan.
Sebagian ulama memang menafsirkan secara mutlak bahwa maknanya adalah 'mereka tidak akan mendapat adzab hingga hari kiamat', namun yang dimaksud adalah sebagaimana yang diungkapkan Ibnu Katsir dan Al Baghawi di atas. Karena faktanya, sebagian orang kafir bahkan diadzab ketika mereka masih hidup. Dan perlu dicatat, para ahli tafsir yang menafsirkan secara mutlak demikian tidak ada yang memahami bahwa ayat ini menafikan adzab kubur. Jadi memahami ayat ini dengan pemahaman para penolak adanya adzab kubur, adalah pemahaman baru yang tidak ada pendahulunya, serta bertentangan dengan ratusan dalil.
Ayat ketiga
وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ يُقْسِمُ الْمُجْرِمُونَ مَا لَبِثُوا غَيْرَ سَاعَةٍ كَذَلِكَ كَانُوا يُؤْفَكُونَ
"Dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa; "Mereka tidak berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat (saja)". Seperti demikianlah mereka selalu dipalingkan (dari kebenaran)" (QS. Ar Ruum: 55)
Menurut logika para penolak adanya adzab kubur, berdasarkan ayat ini, antara matinya seorang manusia dengan hari kebangkitan itu hanya terasa sesaat saja, hingga seorang manusia merasakan seolah setelah mati tiba-tiba sudah dibangkitkan. Maka tidak ada alam kubur yang dia merasakan adzab atau nikmat.
Para ahli tafsir menjelaskan mengenai makna 'sesaat', Al Baidhawi berkata, "Maksudnya adalah masa di alam kubur dianggap terlalu sebentar jika dibandingkan dengan lamanya siksaan mereka di akhirat kelak. Atau penafsiran yang lain, mereka lupa akan lamanya berada di alam kubur" (Anwar At Tanziil, 4/488). Sebagian ahli tafsir memaknai bahwa maksudnya adalah masa ketika hidup di dunia, Al Baghawi mengatakan, "Maksudnya adalah masa di dunia dianggap terlalu sebentar dibandingkan dengan akhirat" (Ma'alim At Tanzil, 6/278). Seluruh tafsiran di atas tidak ada yang bertentangan dengan dalil-dalil adanya adzab kubur.
Dan sekali lagi perlu di catat, tidak ada ahli tafsir yang memahami bahwa ayat ini menafikan adanya adzab kubur. Menunjukkan bahwa ayat ini dengan dalil-dalil shahih tentang adanya adzab kubur tidaklah bertentangan.
Demikianlah beberapa ayat yang menjadi 'syubhat' karena dipahami secara salah oleh para pengikut hawa nafsu. Tidak menutup kemungkinan adanya ayat lain yang mereka gunakan untuk melariskan pemahaman menyimpang mereka, namun cukuplah kita meyakini bahwa di antara dalil tidak ada yang saling bertentangan.
SYUBHAT 2: Hadits-hadits tentang adanya adzab dan nikmat kubur adalah hadits ahad, sedangkan hadits ahad bukan hujjah dalam masalah aqidah
Penjelasan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani -rahimahullah- yang sudah kami kutip sebelumnya sudah mewakili dalam menjawab syubhat ini. Ringkasnya, hadits-hadits tentang adanya adzab kubur itu mutawatir.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Mutawatir terbagi menjadi 'aam dan khas. Bagi para ulama yang paham hadits dan fiqih ada hadits-hadits mutawatir bagi mereka yang tidak dianggap mutawatir oleh orang awam. Semisal hadits tentang sujud sahwi, kewajiban syuf'ah, kewajiban membayar diyat bagi yang berakal, kewajiban merajam pezina yang muhshan, hadits-hadits ru'yah, adzab kubur,

0 komentar:

Posting Komentar